Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Juni, 2010

berat hati dan berbalik mundur..mundur dan mundur..
mundur karena tak kuasa untuk melanjutkan perjalanan..ia sungguh merasa berat dan kepayahan…
tergoda untuk memilih bersenang-senang dan berlapang-lapang saja..duduk-duduk dan bersantai..

“bukankah ada dan tanpaku dakwah akan melaju adanya…bukankah ada dan tanpaku dakwah akan tetap hidup dan berkembang..” ujarnya..

“apa salahnya jika aku mundur sejenak..dan berhenti beristirahat di sini..ini tak salah..ini pilihan bukan..aku memilih istirahat.” ujarnya kembali..

ahh,,,saya jadi teringat Perang Tabuk..
perang pembeda kaum muslimin dan kaum munafiq…

saat itu cuaca sedang panas-panasnya..musim panen pun sebentar lagi..Ragulah ia untuk melangkah..bagaimana mungkin ia akan meninggalkan kebun2 yang sebentar lagi memasuki musim panen..meninggalkan rumah,anak dan istri yang menyenangkan..

Bagaimana mungkin ia memilih untuk melakukan perjalanan panjang ke Tabuk..yg jauhnya berpekan-pekan perjalanan dgn perbekalan serta kendaraan terbatas untuk menghadapi musuh..

Berat hatilah ia..meninggalkan Madinah dgn kesenangannya..berangkatlah ia untuk memenuhi panggilan rasul..berangkat dengan berat hati..

sementara itu..beberapa orang dari kaum Muslimin yang dikenal dengan panggilan al-Buka‘un (orang-orang yang menangis) datang kepada Rasulullah saw meminta kendaraan guna pergi berjihad bersamanya, tetapi Nabi saw menjawab mereka: “Aku tidak punya kendaraan lagi untuk membawa kalian.“ Kemudian mereka kembali dengan meneteskan air mata karena sedih tidak dapat ikut serta berjihad.

ahh..betapa murni keta’atan mereka pada RasulNya…

Salah satu segmen di perang Tabuk adalah kisah Abu Khaitsamah…yang memilih pulang ke Madinah setelah beberapa hari perjalanan…

Thabarani, Ibnu Ishaq dan Al Wakidi meriwayatkan bahwa setelah Rasulullah saw berjalan beberapa hari, Abu Khaitsamah kembali kepada keluarganya di hari yang sangat panas sekali. Kemudian dia disambut oleh kedua istrinya di dua kemahnya yang terletak di tengah kebunnya. Masing-masing dari keduanya telah menyiapkan kemahnya dengan nyaman lengkap dengan air sejuk dan makanan yang tersediakan. Ketika masuk di pintu kemah dia melihat kedua istrinya dan apa yang telah mereka persiapkan, kemudian dia berkata:

“Rasulullah saw berjemur di terik matahari dan diterpa angin panas, sedangkan Abu Khaitsamah bersantai ria di kemah yang sejuk, menikmati makanan yang tersedia dan bersenang ria dengan wanita-wanita cantik? Demi Allah, ini tidak adil!“

Selanjutnya dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan masuk kemah salah seorang di antara kalian sehingga aku menyusul Rasulullah saw.“

Kemudian istrinya pun menyiapkan perbekalan. Ia berangkat mencari Rasulullah saw dan berhasil menyusulnya ketika Nabi saw turun di Tabuk. Ketika Abu Khaitsamah semakin mendekati kaum Muslimin, mereka berkata: “Ada seorang pengendara yang datang.“ Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Ia adalah Abu Khaitsamah!“.

Mereka berkata: “Wahai Rasulullah saw, ia memang Abu Khaitsamah.“ Setelah turun dari kendaraannya. Abu Khaitsamah menghadap kepada Rasulullah sa. Sabda Nabi saw kepadanya: “Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“ Setelah Abu Khaitsamah menceritakan masalahnya, Rasulullah saw berdo‘a untuk kebaikannya.
ialah dia Abu Khaitsamah..yang mundur dan memilih pulang tidak melanjutkan perjalanan perang menuju romawi..perjalanan jauh, panas lagi kurang perbekalan..bahkan satu ekor unta pun dipakai bergantian oleh tiga orang…

sementara itu, di Madinah..ia teringat 2 orang istrinya..kebun-kebunnya yang sebentar lagi panen..

ialah dia Abu Khaitsamah yang kepulanggannya ke Madinah disambut kedua istrinya dalam tenda di tengah kebunnya..telah disiapkan untuknya air sejuk dan makanan..

tapi apa yang segera ia katakan..
“Demi Allah, aku tidak akan masuk kemah salah seorang di antara kalian sehingga aku menyusul Rasulullah saw.“

ialah dia Abu Khaitsamah yang sempat mundur dan pulang..lalu segera tersadar dan kembali menyusul perjalanan Rasulullah…

ialah dia Abu Khaitsamah yang Rasulullah memberikan keutamaan baginya..
Sabda Nabi saw kepadanya: “Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“
..janganlah terbesit rasa mundur itu teman..jangan..jangan…
jika telah mundur..segeralah kembali…tak ada yang terlambat..tak ada yang telat..

demikian pula teman-teman seperjuangan di sekitar yang mungkin memilih mundur…segera sambut,,,lapangkan dan mudahkan jalannya untuk kembali berjuang…

ialah dia Abu Khaitsamah yang sempat mundur dan pulang,,tapi lantas menyusul ketertinggalan..

—-

“Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“ .–>> like this quote!
tidak maukah kita mendapat keutamaan sebagaimana Abu Khaitsamah ?

Read Full Post »

Ada cerita yang ingin saya share pada kalian mudah-mudahan bisa mengingatkan kita yah..

Berawal dari permintaan izin saya kepada atasan bahwa hari selasa kemarin saya tidak bisa masuk kantor karena sakit.  Ini hari kedua saya tidak masuk kantor karena sakit. Kemudian beliau menanyakan perihal sakit yang saya rasakan, sebab-sebab kenapa bisa sakit. Saya jelaskan sesuai dengan diagnosa dari dokter. Tiba-tiba beliau bilang “Semalam habis nonton bola yah jadi paginya langsung sakit?”. Begitu ujarnya. Spontan saja saya cukup tersenyum.. haha.. kok bisa yah beliau mengira penyebab penyakit saya karena saya bergadang nonton bola? hehe…

Pikir punya pikir agak lucu juga memang sih, Event bola dikaitkan dengan penyebab Saya sakit.  Saya memang senang dengan semua jenis olahraga, sepak bola diantaranya. Piala Dunia empat tahun lalu bisa dikatakan saya memang tidak pernah absen tidak menonton bola. Sekarang saya kembali mempertimbangkan kesenangan saya itu.. susah juga memang orang yang punya kesenangan akan suatu hal sulit untuk di redam, semua tentu butuh proses.

Ibarat kecanduan pada bola, saya bisa katakan seperti itu. Alhamdulillah Piala Dunia 2010 ini saya tidak begitu mengikuti pasalnya memang ada beberapa pertimbangan termasuk pertimbangan fisik, dll.

Juni 2010 menjadi bulan penuh berita di sentero dunia, selama sebulan penuh di benua hitam Afrika diadakan event akbar empat tahunan yaitu Piala Dunia. Dari kota, pedesaan hingga ke pelosok kampung, mau yang anak-anak, kalangan muda sampai sesepuh bersorak-sorai mendukung tim kesayangannya.

Piala Dunai yang biasanya ditayangkan diatas jam 9 malam, sudah pasti banyak penonton yang begadang. Akhirnya tidak sedikit juga yang malah melalaikan kewajibannya

Seseorang rela bergadang hingga tengah malah bahkan hampir menjelang pagi sampai waktu subuh hanya karena tidak ingin sedikitpun ketinggalan menyaksikan tim kesayangannya.

Maniak bola emang nggak boleh??
Hmm…saya tidak menyatakan demikian, hanya saja tetap harus ada yang kita perhatikan apalagi mengenai waktu jadwal bola dimana biasanya ditayangkan lewat tengah malam. Jangan sampai kita sengaja bergadang untuk nonton bola tapi akhirnya melalaikan tugas-tugas serta kewajiban yang lain.

Berikut yang harus di perhatikan :

1. Kewajiban Fardu’ jangan di tinggalkan dan tetap harus di dahulukan. Kewajiban seorang muslim ada dalam sholat fardunya, sebisa mungkin kita usahakan untuk tetap melaksanakan kewajiban sholat fardu dengan tepat waktu dan tidak mengulurnya. Keutamaan yang kita dapatkan lebih baik daripada sekedar menonton bola loh..!!

2. Aktivitas Harian Kita Tidak Terabaikan
Orang yang sengaja bergadang untuk nonton bola terlihat dari fisiknya tentu berbeda dengan orang yang cukup istirahatnya. Hal ini bisa dilihat dari kontak mata yang layu, badan lesu, lemas, tidak bersemangat menjalankan aktivitasnya. Hal ini berbeda kondisinya dengan orang yang sakit yah…

Nah, kalau sudah seperti ini kondisinya baiknya kita prioritaskan waktu. Misalkan nonton bola hanya dihari yang memang esoknya kita tidak punya aktivitas pada dan jangan sampai pekerjaan kantor, kuliah, urusan rumah, dll jadi terabaikan.

3. Tidur Lebih Awal, Bangun Lebih Awal
Kalau memang bisa kita siasati tidur lebih awal itu lebih baik. Misalnya Jadwal bola pukul 01.00 dini hari waktu Indonesia. Nah, setelah sholat isya sebaiknya kita istirahat dulu agar bisa bangun malam sekalian sholat tahajut setelah itu mau di lanjutkan nonton bola. Silahkan? itu pilihan anda yang perlu diingat prioritas waktu dan kegiatan agar setiap menit yang kita lewatkan tidak untuk kegiatan yang sia-sia

4. Buat Alarm
Nah ini dia yang kadangkala sulit, kita harus punya batas waktu yang membatasi kita agar tidak fokus untuk nonton bola saja. Harus diatur juga jam berapa kita boleh nonton bola dan sampai jam berapa kita harus selesai nonton bola.

5. Jangan jadikan waktumu berjalan dengan sia-sia
Dari sinilah kita dituntut untuk memanfaatkan waktu bukan untuk hal yang sia-sia, tidak bermanfaat. Yang perlu kita ingatkan bahwa membuang-buang waktu itu sama saja dengan kita kehilangan waktu dan itu jelas merugikan kita.

So, pilihan semua kembali pada anda….

Jatipadang, 16 Juni 2010

@ Markaz Pribadi

Read Full Post »

Ini adalah kesekian kalinya, ia menelepon dan mendiskusikan masalahnya. Satu jam lebih bukan waktu yang lama membicarakan akan kondisinya yang sekarang. Keadaannya saat ini yang ‘terjatuh’ dan lumayan parah. Dalam kacamata syariat, kita lebih sering menyebutnya FUTUR. Satu yang selalu ia tekankan dalam pembicaraannya, bahwa apa yang dilakukannya saat ini adalah langkah yang keliru memang. Sadar betul ia. Memang pantas, katanya, kalau banyak yang protes, kenapa saya sampai separah ini. Tapi cukupkah sebatas pertanyaan semacam itu saja, nadanya serius. Mencela, bukan solusi atas apa yang saya hadapi. Saya butuh motivasi untuk kembali bangun, tidak sekadar judgment, katanya meyakinkan. Saya mencela diri saya sendiri, itu sudah cukup membuat diri saya tersiksa, lanjutnya lirih.

Satu hal yang sebenarnya wajar tapi kadang berlebihan, ketika menyaksikan di antara ikhwan atau ukhti kita yang FUTUR, adalah ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan kebaiksangkaan kita atas keadaannya yang memprihatinkan itu. Meninggalkan mereka dengan keadaannya yang semakin (men)jauh dari Allah. Bahkan kadang, untuk menyalami mereka pun, lidah kita terasa begitu berat. Kita seakan lupa, bahwa ia bukan malaikat yang tak pernah bermaksiat kepada Allah. Tapi mereka yang futur terlalu berlebihan dalam perubahannya! Betul. Tapi satu hal juga yang tak boleh kita lupa, bahwa dakwah kita bukan hanya untuk mereka yang awam. Dakwah kita untuk semua. Termasuk ikhwan atau ukhti kita yang futur itu.

“Serulah (manusia) ke jalan Rabbmu dengan hikmah, dan pelajaran yang hasanah (baik), dan bantahlah mereka dengan cara yang ahsan (paling baik)…” (Terj. QS. An-Nahl – 125).

­­

Dakwah Salaf Yang Penuh Berkah

Ketahuilah, ketika hati telah tersentuh dakwah salaf yang agung ini, maka sungguh ia tidak akan mudah tercerabut dari dalam dada. Walillaahil hamdu wal minnah. Hatta saudara kita yang futur pun, akan selalu rindu untuk kembali menapaki jalan ini. Demi Allah. Jangan pernah mengira, mereka yang futur bergembira dalam gelimang dosanya. Teriris hati mereka, menjerit jiwanya, pilu di kedalaman kalbunya. Kalau begitu, kenapa tak kembali ke jalan Allah? Untuk kita tahu, bahwa kita dikaruniai kemampuan berbeda untuk bisa bangkit dari ‘keterjatuhan’ itu. Ada yang mampu kembali berdiri dengan sendirinya, tapi juga tak sedikit yang butuh tuntunan. Bahkan yang terakhir inilah yang paling banyak. Ia butuh perhatian yang lebih. Jika saudara awam, demikian besar perhatian kita pada mereka agar Allah memberinya hidayah, maka pahamilah, bahwa saudara kita yang futur, butuh perhatian yang lebih besar lagi. Mempertahankan apa yang ada, bukankah memang lebih berat dari mendapatkan apa yang belum dimiliki? Dan tentunya balasannya di sisi Allah–jika keikhlasan terus menghiasi hati–juga lebih besar.

“Demi Allah, sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan sebab dirimu, itu jauh lebih baik bagimu daripada unta merah (perumpamaan bagi harta yang paling baik).“ (Terj. Hadits Muttafaq ‘Alaihi).

Karena Mereka Butuh Dukungan, Bukan Celaan!!

Tak sedikit di antara kita yang meragukan keikhlasan niat saudara kita yang futur, ketika awal menuntut ilmu. Bahkan kadang kecurigaan kita yang berlebihan kepada mereka, hingga berada di titik yang sulit dinalar; mereka belajar agama bukan karena Allah. Padahal Rasulullah sendiri mengajarkan etika yang begitu agung berkenaan dengan keadaan saudara kita. Husnudzdzan. Iya, berbaik sangka.

Karenanya, tak pantas jika lisan kita begitu mudah mengatakan “sepertinya ia tak ikhlas menuntut ilmu,” atau kata-kata semacam itu. Ungkapan seperti itu, takkan pernah mengembalikan mereka ke pangkuan Islam, bahkan semakin menambah kejauhan itu. Ungkapan seperti itu, justru semakin  menghalangi mereka untuk kembali merasakan nikmatnya Islam, sebagaimana yang kita rasa selama ini. Ungkapan seperti itu, sama sekali tak menggugah hati mereka untuk kembali menapaki jalan dakwah ini.

Maa ‘alimnaa ‘alaihi illaa khairan. Tidak ada yang aku ketahui darinya melainkan kebaikan. Kata-kata inilah yang diucapkan sahabat yang mulia, Mu’adz bin Jabal Radhiyallaahu ‘anhu, ketika sebagian sahabat yang lain justru berburuk sangka kepada Ka’ab bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu, sahabat yang tertinggal di perang Tabuk.

Seperti itulah yang dibutuhkan oleh mereka yang futur itu. Mereka butuh dorongan. Motivasi yang mampu menumbuhkan kembali semangat berIslam itu. Dan siapa lagi yang bisa membantunya menemukan semangat yang sempat hilang itu kalau bukan kita?

Namun, jika kita pun justru tak mau membantu menemukan apa yang sempat hilang dari diri mereka, lalu kepada siapa lagi ia mesti berkisah? Kisah tentang cinta yang terpaut kepada Allah, tapi tak tahu kepada siapa lidah ini bertanya. Kisah dari sepotong hati yang memendam rindu untuk kembali ke jalan Rabbnya, namun tak tahu mesti ke mana kaki melangkah. Semoga hati kita tak letih untuk terus belajar dari kehidupan pendahulu kita yang saleh. Maka bercerminlah di telaga cinta para salaf.

“Sebaik-baik manusia, adalah pada masaku. Kemudian (generasi) setelahnya, lalu (generasi) setelahnya.” (Terj. Hadits Muttafaq ‘Alaihi).

Buat Saudara Kita Yang Futur

Sisa-sisa nafas yang tak tahu kapan dan di mana ia berhenti hembusannya, pahamilah bahwa itu karunia sekaligus bukti bahwa Allah sungguh Rahmaan lagi Rahiim kepada kita. Kesempatan, selalu saja Allah berikan kepada kita. Karenanya, tak ada alasan untuk tidak memanfaatkannya.

“Kecuali yang bertaubat, beriman, dan yang melakukan amalan kebajikan. Merekalah semua, orang yang keburukan-keburukannya (terdahulu) digantikan Allah dengan kebaikan-kebaikan. Dan adalah Allah, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Terj. QS. Al-Furqaan – 70).

Adalah ‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallaahu ‘anhu. Beliaulah yang mengisahkan kembali akan nasehat Rasulullah suatu ketika. Nasehat yang demikian menyentuh. Nasehat yang wajilat minhal quluub wa dzarafat minhal ‘uyuun, kata beliau. Nasehat yang menggetarkan hati dan menitikkan air mata. Uushiikum bitaqwallaah, beliau menirukan penggalan nasehat Rasulullah Al-Amiin tersebut. Ringkas, namun memiliki kandungan yang demikian dalam dan agung. Wasiatku kepada kalian, agar kalian bertakwa kepada Allah, kata Rasulullah.

Demikianlah. Wasiat yang lahir dari jiwa yang teramat cinta dan sayangnya kepada umatnya. Cinta itu begitu terasa ketika suatu kali beliau bercerita.

“Perumpamaan diriku dan kalian, ibarat seorang laki-laki yang menyalakan api, lalu mulailah laron dan serangga-serangga mengerumuni api tersebut. Sementara itu, laki-laki tersebut mencegat laron dan serangga-serangga itu, jangan sampai tercebur ke dalam api. Saya akan selalu menarik kalian dari belakang, jangan sampai kalian tercebur ke dalam api neraka. Akan tetapi di antara kalian (ada) yang memberontak ingin lepas dari tanganku.” (Terj. Hadits Riwayat Imam Muslim).

Semoga saja kita termasuk hamba yang mau membalas cinta beliau alaihi ash-shalaatu wa as-salaam.

“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, dan terhadap orang-orang beriman, amat belas kasihan lagi penyayang.” (Terj. QS. At-Taubah – 128).

Renungan Buat Kita Semua

Satu yang saya ingatkan buat diri saya dan kita semua. Bahwa kita yang istiqamah hari ini, tidak ada jaminan besok kita terbangun masih dalam keadaan yang sama; tetap dalam keimanan.

“Wahai Rasulullah, sampaikanlah kepadaku satu ucapan dalam Islam, yang aku sudah tak bertanya lagi kepada orang selainmu.” Rasulullah pun bersabda, “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah,’ kemudian istiqamahlah.” (Terj. Hadits Riwayat Imam Muslim).

Sehingga, saling mendoakan di atas keistiqamahan adalah harapan setiap kita. Semoga selalu ada. Dan jangan lupakan ikhwan-akhwat kita yang futur, dalam penggalan doa kita. Doakan keistiqamahan kepada mereka. Bagaimana pun mereka manusia biasa. Sekali lagi, terlalu naif jika kesalahan sepenuhnya dibebankan kepada mereka. Demi Allah, terlalu naif. Mereka manusia biasa. Mereka butuh banyak doa dari kita. Semoga doa-doa kita menjadi sebab, Allah kembali memasukkan hidayah-Nya ke dalam hati mereka, yang selama ini ‘pergi’ entah ke mana. Man yahdihillaahu falaa mudhilla lahu.

Siapa yang diberikan hidayah oleh Allah, maka tak ada yang mampu menyesatkannya.

Dan pula, kita yang tetap istiqamah, setidaknya hingga kini, terlalu banyak penghalang, rintangan, dan tantangan yang berada di depan; di sepanjang jalan kehidupan kita. Selain terus menjaga kesuburan iman, pun kita tetap butuh kawan seiring. Tanpa mereka, mungkin banyak jalan bercabang yang kelihatan lurus. Sehingga kehadiran mereka, teman yang saleh itu, semoga saja selalu menjadi pengingat di sela-sela kelalaian, menjadi penegur di celah-celah kekhilafan. Menjadi penuntun: mana jalan yang lurus, dan mana jalan yang sebenarnya berkelok. Tentu, penuntun yang bertutur santun, yang selamanya berbicara dalam ketulusan dan keikhlasan.

Terakhir, semoga saja Allah selalu mengaruniai kearifan dalam setiap langkah kita mengarungi jalan kehidupan yang terjal ini.

Waffaqanallaahu wa iyyaakum limaa fii ridhaahu.

Read Full Post »

Older Posts »