Nama lengkapnya Faiha Widad Fillah, aku mengartikannya sebagai taman kasih sayang di jalan Allah. Dia anaku yang pertama lahir dari rahim umminya. 20 Februari umurnya genap 5 tahun, sejak umurnya kurang dari tiga tahun dia sudah mulai masuk Taman Kanak-kanak Islam, jadi jika tahun ini tidak lanjut ke SD maka praktis di Kelas B selama 3 Tahun, Hafalan Qur’annya sampai Surat At Takasur, 15 Hadits dan iqro 4. Sejak dalam kandungan aku sering menyenandungkan nasyid Ar Ruhul Jadid di Perut buncit ummminya dengan harapan kelak dia menjadi ruh baru dan semangat baru bagi peradaban umat. Untuk kearah sana aku mulai menkondisikannya sejak lahir dari mulai busana muslimah selalu menggunakan jilbab lebar dan gamis, pergaulannya dikondisikan dan dari sejak kelahirannya sampai sekarang selalu di ajak itikaf di mesjid pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dan pas Ramadhan terakhir malah dia yang ngajak terus untuk Itikaf dan sudah mulai belajar shaum Ramadhan bahkan beberapa hari full seharian, mesjid Agung at Tin sebagai tempat itikaf favoritnya. Padahal aku untuk dapat merasakan nikmatnya itikaf itu harus menunggu dua puluhan tahun, tepatnya setelah mendapat hidayah di kampus tempatku kuliah.
Istriku mejadi madrasah baginya dan paling banyak berperan dalam membentuk dirinya. Tak jarang dia diajak ke pengajian rutin pekanan. Sehingga untuk urusan liqo dan pengajian baginya sudah tidak asing. Apalagi memang dirumah dijadikan sebagai basecamp pengajaran bagi lingkungan sekitar, kegiatan belajar mengajar tiap harinya selalu ada, pagi digunakan sebagai TK Islam, siang dan sore hari TPA dan selepas maghrib waktunya binaan istri dan binaan neneknya Faiha yang remaja tanggung bahkan bada subuhpun masih ada anak-anak remaja yang mengaji sama neneknya Faiha. Hari libur pun tidak mau ketinggalan, ibu-ibu tetangga yang dibina oleh neneknya Faiha, bahkan kadang-kadang temen-temen neneknya Faiha pada Liqo dirumah. Neneknya Faiha ini memang ustadzah yang jeli melihat peluang dalam hal bina membina, seperti yang terjadi pada anak-anak muda bau kencur yang coba-coba minum anggur di Pos tempatnya pada nongkrong dan main kartu. Main kartunya ga tanggung-tangung sudah mengarah kepada judi kecil-kecilan kerena memang mereka anak kecil, kalau mereka anak gede tentunya judinya juga gedean tapi emang yang anak gede sih biasanya giliran malam hari nongkrongnya. Dari sejak kecil mereka sudah belajar maksiat tentunya tidak akan terjadi begitu saja kecuali ada yang mengkondisikan.
Dan biangnya adalah seorang tetangga yang tanahnya dibangun pos tempat nongkrong, dia memang dijadikan panutan bagi para pemuda dan dicap preman oleh tetanggaku yang lain. Rumahnya persis disamping rumah baruku yang pembangunanannya mau ga mau suka ga suka mesti melibatkan tetanggaku yang preman tersebut, karena kata yang laen kalau dia tidak dilibatkan pasti akan dikerjain, kalau ngerjain pembangunan tanpa pamrih sih mending tapi kalau hitungannya dalam rangka dijahilin yang risih kita juga, minimalnya dia akan mengerahkan anak-anak binaannya untuk merongrong para pekerja bangunan yang bagiku mereka bukan siapa-siapa, selain memang mereka sudah ahli dibidangnya mereka juga adalah kerabat jadi awalnya aku pikir kenapa harus melibatkan tetangga yang preman itu, sampai akhirnya rumah baruku tiap malam selalu ada batu melayang yang jatuh diatap genteng. Ini pekerjaan siapa lagi kalau bukan yang iseng sedang mengusik untuk mencari perkara. Awalnya memang mengganggu izzahku dan aku sebetulnya siap buka front dengan mereka, yang dalam benakku ga perlu mendatangkan sekompi kepanduan atau mendatangkan temen-temenku yang petarung, petinju dan pendekar untuk membuka front dengan mereka tapi gelegak jihad yang membara. Bahkan untuk anak-anak tongkrongan aku lebih memilih cara refresif, soalnya mereka pas ada yang mengingatkan malah meledek makanya sebaiknya dilaporin ke orang tuanya atau ke pihak yang berwajib sekalian. Tapi lain halnya dengan neneknya Faiha yang ustadzah, dia malah coba menahanku “Jangan Coba Jadi Jagoan” katanya, tanpa sepengetahuanku dia mengundang tetanggaku yang preman itu untuk ikut bekerja dalam membangun rumah baruku, dan mendatangi anak-anak di pos yang lagi pada megang kartu dan langsung mengajari mereka ngaji saat itu juga dan disitu juga, “Kalian boleh main kartu tapi harus diselingi dengan belajar ngaji” katanya, anak-anak itu tidak berkutik dan mau ga mau mereka nurut juga.
Setelah beberapa kali kesempatan akhirnya tempat pengajiannya dipindah kerumah bukan lagi di pos, awalnya neneknya Faiha menawarkan kepadaku untuk membinanya, aku sih rada mikir-mikir untuk menjadikan mereka binaan, bukan karena anak-anak itu telah menjengkelkanku tapi kata temen-temen bahasaku berat jadi agak susah menkonversinya untuk konsumsi anak-anak yang kebanyakan anak-anak esde, yang kecil kelas dua esde dan satu orang paling gede kelas satu esema. Makanya dalam hal membina, sebetulnya kalau boleh memilih aku akan memilih untuk membina mahasiswa atau minimal esema soalnya bagi mereka banyak isu yang bisa dibahas atau bahkan sekalian orang tua saja, seperti saat itu aku dipaksa untuk mengisi waktu luang tabligh akbar di pernikahan temenku sambil menunggu ustadz yang jadi pembicara tiba ataupun saat beberapa temen-temenku meminta aku menjadi pembicara mewakili pihak keluarganya, itu bukan karena aku spesialis munakahat tapi ya itu pengalihan isu dan retorikanya lebih mudah dibandingkan harus mengisi anak-anak yang pas ngaji saja ada yang tiduran ada yang lari-larian, ngobrol ngalor-ngidul bisa hilang kesabaran makanya aku bilang sama neneknya Faiha sebaiknya yang memegang mereka guru TPA saja yang kesabarannya sudah teruji.
Upaya neneknya Faiha tidak berhenti agar aku yang membina, seperti pada kesempatan berikutnya. Saat anak-anak sudah pada datang dan anaku si kecil Faiha yang membukakan pintunya, dia memanggil neneknya “ Nenek Ada Yang Mau Ngaji”, katanya. Neneknya Faiha malah mendatangiku yang sedang leyeh-leyeh di depan TV sambil bercengkerama dengan istriku dan memintaku sekali lagi untuk mengisi anak-anak. Karena sekali lagi aku menolaknya secara halus maka tak urung istriku ikut membujukku bahkan si kecil Faiha juga tak ketinggalan ikut membujukku, “Coba Abi deh yang ngajar” katanya. Karena aku bersikukuh untuk tidak, apalagi saat itu sebentar lagi PERSIB Bandung mau berlaga yang aku ga mau ketinggalan yang akhirnya istriku mengajukan pembelaan bagiku, “ini lagi ada yang ditunggu dari tadi”..tapi apa yang dibilang si Kecil Faiha “ Yah Abi Cemen” katanya, aku sih Cuma mencubit pipinya yang tembem.
Pada saatnya aku tidak bisa mengelak, Waktu itu neneknya Faiha lagi tidak di rumah karena ada kerabat yang sakit. Padahal neneknya Faiha sudah memberi kabar ke sebagian dari mereka agar ngaji pada kesempatan tersebut ditiadakan. Tapi berhubung sebagian lainnya dari kalangan proletar jadi masih ada yang tetep datang kerumah karena tidak dapat informasi pembatalan. Mereka teriak-teriak salam didepan rumah, Faiha yang membukakan pintunya kemudian dia member tahu kami yang sedang bercengkrama di kamar selepas maghrib yang sebelumnya aku sendiri baru pulang kerja, makanya untuk mengendurkan otot yang tegang setelah seharian kerja dan mengurusi Negara di tempatku kerja, enaknya setelah mandi, sholat , tilawah sebentar, baru deh manja-manjaan sama istri.
Tapi akhirnya kami dikagetkan dengan teriakan Faiha, “Ummi ada yang mau ngaji”. Katanya umminya, “Iya biarin mau ngaji sama nenek “. Tapi Faiha tidak berhenti disitu, sambil mendekati kami “ Mi kan nenek ga ada…”, “ Nah Sekarang Giliran Abi..” Terus dia ikut berbaring didekatku dan berbisik, “ Bi, kalau Abi mau pinter makanya ngajar….ntar Kakak kasih duit deh, mau seribu apa dua ribu….”, Kena deh..persis kalau aku membujuknya agar mau melakukan sesuatu hal yang besar aku suka memberinya reward, bukan itunya sih yang membuatku terharu bujukannya itu yang membuatku akhirnya mau juga menggantikan ngajar neneknya Faiha..”Tua bener sih Kak…siapa sih yang ngajarin”.. sambil mencium pipinya,
Akhirnya aku ke ruangan depan dan setelah mengkondisikan anak-anak yang jumlahnya hanya lima orang karena memang yang lain sudah tau tidak ngaji, aku kembali lagi ke kamar dan si kakak bilang “ Semangat, semangat…”. Subhanallah. .kakak, terus lah memberi Abi semangat sayang, Saat Abi tidak lagi dapat mengangkat tangan sambil terkepal dan berteriak Ar Ruhul Jaddid untuk memberi semangat ataupun tausiyah untuk menggelorakan jihad yang lain. Bahkan buat Abi sendiri, karena memang inilah bagian dari diriku yang disukai oleh istriku..untuk membuat aku sendiri bersemangat tak jarang aku seperti layaknya berorasi dengan ghirah yang membara dan kata-kata yang penuh hamasah, kalau sudah begini istriku paling tepuk tangan kalau sudah selesai. “Makanya kalau aku sudah tidak seperti itu, engkaulah anakku yang akan menjadi penyemangat karena Jihad adalah semangat dan perjuangan keluarga kita sayang..”. Pengajiannya sendiri setelah jalan tinggal tiga orang, yang satu orang setelah tahu aku yang ngajar dia langsung kabur, takut kali. Dan yang satu lagi masih mendingan sempet baca iqro dulu sebelum kabur, dan akhirnya yang bertiga setelah baca iqro dan ada yang sudah baca Al Quran kemudian aku cerita hikmah dan sedikit mengenai urgensi shalat.
Sekarang bagaimana dengan anda, maukah anak kita bilang ….yah Abi Cemen, bukankah kita ingin menjadi anutan bagi anak kita, maka “La Abudan Anta Murabiyyan, Tidak Ada Kata Lain Kita Harus Membina”,
Sungguh benar Utadz Musthafa Mashur bahwa ”Tarbiyah bukan segala-galanya tapi segala-galanya dimulai dari Tarbiyah”. Membina bukan hanya membanggakan kita, anak-anak kita atau siapapun, lebih dari itu Allahpun membanggakan kita di hadapan para malaikat :
” ….ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam lingkara. Beliau bertanya ” Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?”, mereka menjawab, ” Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk islam.” Maka rasulullah bertanya, ” Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, ” Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu”. Maka beliau bersabda, ” Sesungguhnya saya bertanya bukan ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat.” (potongan HR Muslim, dari Abu Said, dari Muawiyah). wallahu ‘alam.
notes fb